Minggu, 29 April 2018

materi, sedekah, hibah dan hadiah


A.     MATERI
Pada dasarnya semua orang, baik kaya maupun miskin, punya uang atau tidak, bisa memberikan shadaqah sesuai dengan apa yang dimiliknya. Karena shadaqah dalam arti yang luas tidak sebatas hanya berupa materi. Senyum pun akan bernilai shadaqah bila dapat membahagiakan orang lain. Akan tetapi, berikut ini kita akan memahami makna shadaqah, hibah dan hadiah berdasar ketentuan hukum fikih.
1.  Pengertian
Shadaqah ialah penyerahan hak milik suatu benda yang diberikan tanpa imbalan kepada orang yang membutuhkan, semata-mata hanya mengharap ridha Allah Swt
Kata shadaqah dalam al-Quran dan hadis memiliki makna yang sama dengan kata zakat, misalnya:
Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (QS. at-Taubah: 103)
Dalam hadis yang shahih, nabi Muhammad saw.  bersabda:
Artinya: “Bila anak adam meninggal dunia maka seluruh pahala amalanya terputus kecuali pahala tiga amalan: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang senantiasa mendoakan kebaikan untuknya.” (H.R. Muslim)
Dengan demikian shadaqah mencakup yang wajib maupun yang sunnah, asalkan bertujuan untuk mencari keridhaan Allah Swt semata. Oleh karena itu, sering kali seseorang tidak perduli bahkan mungkin tidak merasa perlu untuk mengenal nama penerimanya.
Namun dalam beberapa dalil, kata shadaqah memiliki makna yang lebih luas dari sekedar membayarkan sejumlah harta kepada orang lain. Shodaqoh dalam beberapa dalil digunakan untuk menyebut segala bentuk amal baik yang berguna bagi orang lain atau bahkan bagi diri sendiri, misalnya tersenyum atau membuang duri di jalanan termasuk kategori bersedakah, dan sebagainya.
Demikian juga dengan istilah infak, beberapa ulama menyamakan antara keduanya, tetapi ulama lain menganggap ada perbedaan antara shadaqah dengan infak, bahwa shadaqah lebih bersifat umum dan luas, sedangkan infak adalah pemberian yang dikeluarkan pada waktu menerima rizki atau karunia Allah Swt Namun keduanya memiliki kesamaan, yakni tidak menentukan kadar, jenis, maupun jumlah, dan diberikan dengan mengharap ridha Allah Swt semata. Karena istilah shadaqah dan infak sedikit sekali perbedaannya, maka umat Islam lebih cenderung menganggapnya sama, sehingga biasanya ditulis infak dan shadaqah. Karena istilah shadaqah dan infak sedikit sekali perbedaannya, maka umat Islam lebih cenderung menganggapnya sama, sehingga biasanya ditulis infaq shadaqah.
2.      Hukum Shodaqoh
Hukum shadaqah adalah sunnah muakkad (yang sangat dianjurkan). Namun begitu pada kondisi tertentu shadaqah bisa menjadi wajib. Misalnya ada seorang yang sangat membutuhkan bantuan makanan datang kepada kita memohon shadaqah. Keadaan orang tersebut sangat kritis, jika tidak diberi maka nyawanya menjadi terancam. Sementara pada waktu itu kita memiliki makanan yang dibutuhkan orang tersebut, sehingga kalau kita tidak memberinya kita menjadi berdosa.
Allah SWT Berfirman :
Artinya: “Dan kamu tidak menafkahkan, melainkan karena mencari keridhaan Allah dan sesuatu  yang  kamu  belanjakan,  kelak  akan  disempurnakan  balasannya  sedang  kamu sedikitpun tidak akan dianiaya”. (QS. al-Baqarah: 272)
Artinya: Dan bershadaqahlah kepada Kami, sesungguhnya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang bershadaqah” (Q.S. Yusuf : 88)
3.      Dalil Tentang Shodaqoh
Dalil hukum disyariatkanya Shodaqoh adalah sebagai berikut :
a.       Al-Quran
Artinya:  “Bukanlah  menghadapkan  wajahmu  ke  arah  timur  dan  barat  itu  suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat-nya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya…” (Q.S. al-Baqarah : 177).
Ayat di atas menganjurkan agar seseorang mau ber-shadaqah ketika orang tersebut masih menyukai harta, artinya orang tersebut masih dalam keadaan sehat. Ayat ini menunjukkan shadaqah di waktu sehat lebih utama daripada shadaqah menjelang kematian. Penyebabnya antara lain:
a.  Orang yang sehat masih membutuhkan harta benda sedangkan orang yang hampir meninggal sudah tidak membutuhkannya;
b. Memberikan di waktu sehat menunjukkan keyakinan si pemberi terhadap janji dan ancaman Allah Swt;
c.  Memberi di waktu sehat lebih berat sehingga pahalanya lebih besar;
d.   Orang sehat memberi karena taat dan ingin mendekatkan diri kepada Allah Swt;
b. Hadist
            Rasulullaah saw. bersabda: “Berjabat tanganlah maka akan hilang rasa dendam dan dengki dan saling memberi hadiahlah maka kalian akan menjadi saling mencintai.” (H.R. Malik).
Hadis di atas menjelaskan bahwa Nabi saw. menganjurkan agar umatnya saling berjabat tangan dan saling memberi hadiah satu sama lain. Tujuannya adalah agar tercipta suasana saling mencintai dan mengasihi.
Hadist yang lain Nabi Muhammad SAW bersanda :
Artinya:  “Sesungguhnya  shadaqah  itu  dapat  memadamkan  murka  Tuhan  dan menghindarkan diri dari mati su’ul khatimah.” (H.R. Tirmizdi).
Hadis di atas menjelaskan bahwa salah satu manfaat shadaqah adalah dapat mencegah murka Allah Swt dan dapat menghindarkan diri dari mati dalam keadaan su’ul khatimah
4.     Rukun Shodaqoh
Rukun shadaqah dan syaratnya adalah sebagai berikut:
            a.  Orang yang memberi, syaratnya orang yang memiliki benda itu dan berhak untuk mentasharrufkan (memperedarkannya).
b. Orang yang diberi, syaratnya berhak memiliki. Dengan demikian tidak sah memberi kepada anak yang masih dalam kandungan ibunya atau memberi kepada binatang, karena keduanya tidak berhak memiliki sesuatu.
c. Ijab dan qabul. Ijab ialah pernyataan pemberian dari orang yang memberi sedangkan qabul, ialah pernyataan penerimaan dari orang yang menerima pemberian. d.   Barang yang diberikan, syaratnya adalah barang tersebut yang dapat dijual.
5. Hilangnya Pahala Shodaqoh
Ber-shadaqah haruslah dengan niat yang ikhlas, jangan ada niat ingin dipuji (riya) atau dianggap dermawan, dan jangan menyebut-nyebut shadaqah yang sudah dikeluarkan, apalagi menyakiti hati si penerima. Sebab yang demikian itu dapat menghapuskan pahala shadaqah. Allah SWT berfirman :
Artinya : Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala Shodaqohmu) dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan sipenerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir (QS. al-Baqarah : 264)
Dari ayat al-Quran di atas, dapat kita ambil pelajaran bahwasnnya pahala shadaqah bisa hilang dikarenakan:
a.  Menyebut-nyebut   shadaqah   yang   sudah   diberikan   dalam   artian   mengungkit- ungkitnya baik kepada si penerima maupun kepada orang lain.
b. menyinggung hati si penerima shodaqoh
c.   Riya atau mempunyai niat ingin di puji dan disanjung oleh orang orang lain
Banyak sekali hikmah atau manfaat dari amalan shadaqah, di antaranya:
1.   Dapat membantu meringankan beban orang lain.
2.   Menumbuhkan rasa kasih sayang dan mempererat hubungan antar sesama.
3.   Sebagai obat penyakit dan kan dilapangkan rejekinya.
4.   Dapat meredam murka Allah Swt dan menolak bencana, juga menambah umur.
B. HIBAH
1.Pengertian Hibah dan Hukumnya
Hibah secara bahasa berarti pemberian. Sedangkan menurut istilah adalah pemberian sesuatu kepada seseorang secara cuma-cuma, tanpa mengharapkan apa-apa sebagai tanda kasih sayang.
Allah SWT Berfirman:
Artinya: “Dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang-orang  miskin,  musafir (yang  memerlukan  pertolongan)  dan  orang-orang  yang meminta dan (memerdekakan) hamba sahaya” (QS. al-Baqarah : 177)
2. Hukum Hibah
Hukum asal hibah adalah mubah (boleh). Tetapi berdasarkan kondisi dan peran si pemberi dan si penerima hibah bisa menjadi wajib, haram dan makruh.
Nabi Muhammad SAW bersabda :
Saling memberi hadiahlah dia antara kalian, niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Baihaqi)
Adapun contoh hibah yang bisa menjadi wajib, haram, dan makruh adalah sebagai berikut:
a.   Wajib
Hibah suami kepada kepada istri dan anak hukumnya adalah wajib sesuai kemampuannya.
b.   Haram
Hibah menjadi haram manakala harta yang diberikan berupa barang haram, misal minuman keras dan lain sebagainya. Hibah juga haram apabila diminta kembali, kecuali hibah yang diberikan orangtua kepada anaknya (bukan sebaliknya)
C.Makruh
Menghibahkan sesuatu dengan maksud mendapat imbalan sesuatu baik berimbang maupun lebih hukumnya adalah makruh.
3. RUKUN HIBAH DAN SYARAT-SYARATNYA
a.   Wahib
Wahib adalah pemberi hibah yang menghibahkan barang miliknya. Wahib disyaratkan:
1)   Memiliki sesuatu untuk dihibahkan;
2)   Ckap dalam membelanjakan harta, yakni balig dan berakal
3)   Memberi atas dasar kemauan sendiri;
4)   Dibenarkan melakukan tindakan hukum.
b.  Mauhub Lahu
          adalah penerima hibah, disyaratkan sudah wujud ketika akad hibah dilakukan. Apabila tidak ada secara nyata atau hanya ada atas dasar perkiraan, seperti janin yang masih dalam kandungan ibunya maka ia tidak sah dilakukan hibah kepadanya. Atau ada orang yang diberi hibah itu ada di waktu pemberian hibah, akan tetapi dia masih atau gila, maka hibah itu diambil oleh walinya, pemeliharaannya atau orang mendidiknya sekalipun dia orang asing.
c.   Mauhub
Mauhub adalah barang yang dihibahkan. Syaratnya sebagai berikut:
1)   Milik sempurna wahib;
2)   Memiliki nilai atau harga;
3)   Sudah ada ketika akad hibah dilakukan;
4)   Telah dipisahkan dari harta milik penghibah
5)   Berupa barang yang boleh dimiliki menurut agama;
6)   Dapat  dipindahkan  status  kepemilikannya  dari  tangan  pemberi  hibah  kepada penerima hibah.
d.   Ijab Qabul
Penyerahan, misalnya si penerima menyatakan “saya hibahkan atau kuberikan tanah ini kepadamu”, lalu si penerima menjawab, “ya saya terima pemberian saudara”
4.MENCABUT HIBAH
Jumhur ulama berpendapat bahwa mencabut hibah itu hukumnya haram, kecuali hibah orang tua terhadap anaknya, sesuai dengan sabda Nabi saw:
Artinya: Tidak halal seorang muslim memberikan suatu barang atau menghibahkannya kemudian ia tarik kembali, kecuali (pemberian atau hibah) seorang bapak kepada anaknya” (HR. Abu Dawud).
Nabi Muhammad SAW bersabda :
Artinya: “Orang yang menarik kembali hibahnya sebagaimana anjing yang muntah lalu dimakannya kembali muntahnya itu” (HR. Bukhari - Muslim).
Hibah yang dapat dicabut, diantaranya sebagai berikut:
a.  Hibahnya orang tua (bapak) terhadap anaknya, karena bapak melihat bahwa mencabut itu demi menjaga kemaslahatan anaknya;
b.   Bila dirasakan ada unsur ketidakadilan diantara anak-anaknya, yang menerima hibah;
c.  Apabila dengan adanya hibah itu ada kemungkinan menimbulkan iri hati dan fitnah dari pihak lain.
5.  Macam-macam Hibah
Hibah terdiri dari beberapa macam yaitu:
1. Hibah barang adalah memberikan harta atau barang kepada pihak lain yang mencakup materi dan nilai manfaat harta atau barang tersebut, yang pemberiannya tanpa ada tendensi (harapan) apapun. Misalnya menghibahkan rumah, sepeda motor, baju dan
2. Hibah manfaat, yaitu memberikan harta kepada pihak lain agar dimanfaatkan harta atau barang yang dihibahkan itu, namun materi harta atau barang itu tetap menjadi milik pemberi hibah. Dengan kata lain, dalam hibah manfaat itu si penerima hibah hanya memiliki hak guna atau hak pakai saja. Hibah manfaat terdiri dari hibah berwaktu (hibah muajjalah) dan hibah seumur hidup (al-’umra). Hibah muajjalah dapat juga dikategorikan pinjaman (‘ariyah) karena setelah lewat jangka waktu tertentu, barang yang dihibahkan manfaatnya harus dikembalikan.
C. HADIAH
1.  Pengertian hadiah
Hadiah adalah pemberian sesuatu kepada seseorang dengan maksud untuk memuliakan atau memberikan penghargaan. Nabi saw. menganjurkan kepada umatnya agar saling memberikan hadiah. Karena yang demikian itu dapat menumbuhkan kecintaan dan saling menghormati antara sesama.
Rasulullah SAW bersabda :
Artinya: Rasulullaah saw. Bersabda: “Berjabat tanganlah maka akan hilang rasa dendam dan denki dan saling memberi hadiahlah maka kalian akan menjadi saling mencintai.” (H.R. Malik)
Hadiah menumbuhkan cinta yang berarti akan mengusir kebencian, permusuhan, dan kedengkian di dalam hati.
            Sabda Nabi SAW kepada para wanita:
Artinya: Wahai wanita-wanita muslimah, jangan sekali-kali seorang tetangga menganggap remeh untuk memberikan hadiah kepada tetangganya walaupun hanya sepotong kaki kambing.” (HR. Bukhari - Muslim)
2. Hukum dan Dalil Hadiah
Hukum hadiah adalah mubah. Terdapat perintah untuk menerima hadiah apabila tidak ada padanya sesuatu yang syubhat atau haram. Disebutkan dalam sebuah hadis yang shahih bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:
Artinya: “Penuhilah panggilan orang yang mengundangmu, janganlah engkau menolak hadiah dan jangan pula memukul orang Islam” (HR. Muslim).
Dalam Hadist lain Nabi Bersabda :
Artinya: “Barangsiapa yang diberikan oleh Allah harta tanpa memintanya maka hendaklah dia menerimanya karna hal itu adalah rizki yang diberikan oleh Allah kepadanya”. (HR. Bukahri dan Muslim)
Hadiah telah disyariatkan penerimaanya dan telah ditetapkan pahala bagi pemberinya. Dalil yang melandasi hal itu adalah sebuah hadis dari Abu Hurairah, bahwa Nabi saw telah bersabda:
Artinya: Sekiranya aku diundang makan sepotong lengan atau kaki binatang, pasti akan aku penuhi undangan tersebut. Begitu juga jika sepotong lengan atau kaki dihadiahkan kepadaku, pasti aku akan menerimanya.” (HR. Bukhari).
3. Rukun dan Syarat Hadiah
          Rukun hadiah dan rukun hibah sebenarnya sama dengan rukun shadaqah, yaitu:
a. Orang yang memberi, syaratnya orang yang memiliki benda itu dan yang berhak mentasyarrufkannya (memanfaatkannya);
b.   Orang yang diberi, syaratnya orang yang berhak memiliki;
c.   Ijab dan qabul;
d.   Barang yang diberikan, syaratnya barangnya dapat dijual.
4.  Macam-macam Hadiah
Hadiah dalam Islam dibagi menjadi 3 macam :
a Hadiah dari seseorang yang posisinya “di bawah kepada orang yang    posisinya “ di semisal hadiah dari bawahan kepada atasan, dari seorang yang memiliki kepentingan bisnis kepada orang yang punya kewenangan mengambil keputusan atas bisnis tersebut. Hadiah semacam ini yang tidak diperbolehkan, karena termasuk gratifikasi yang bisa menyebabkan seseorang bertindak tidak adil kepada orang lain;
b.    Hadiah dari seseorang kepada orang lain yang setara, misalnya antar teman, kerabat, keluarga, tetangga. Hadiah semacam ini boleh dan dianjurkan sepanjang saling memberi manfaat dan mempererat persahabatan atau persaudaraan;
c.    Hadiah dari seseorang yang posisinya “di atas kepada orang yang posisinya “di bawah”, dimana si pemberi tak memiliki kepentingan terhadap yang diberi dan tak ada pamrih untuk mendapatkan balasan. Seperti hadiah dari majikan kepada pekerjanya, hadiah dari pejabat kepada bawahannya, hadiah dari orangkaya kepada kaum fakir, dan sebagainya. Inilah bentuk hadiah yang sangat dianjurkan.
5.  Adab Memberi dan Menerima Hadiah
a.    Dan di antara kemuliaan akhlak Nabi saw. disaat hadiah datang kepada beliau, beliau mengikutkan orang lain menikmati hadiah tersebut, seperti ketika diberikan semangkuk susu maka beliau memanggil ahlus suhffah dan mengikut sertakan mereka menikmati hadiah tersebut bersama beliau;
b.    Disaat dihadiahkan kepada beliau sekeranjang buah-buahan, beliau membaginya kepada orang tua yang shalih dan kepada anak-anak yang hadir bersama beliau. Dari Abi Hurairah ra. bahwa diberikan kepada Nabi saw. buah panenan pertama lalu beliau berdo’a:
Ya Allah berikanlah keberkahan bagi kami pada kota kami, pada ukuran mud kami, sha’ kami dan pada buah-buahan kami, curahkanlah keberkahan bersama keberkahan.” (H.R. Muslim).
               Nabi saw. selalu mengirim hadiah kepada keluarganya, teman kerabatnya, beliau selalu setia terhadap istrinya, dan menjadikan hadiah sebagai sarananya, seperti ketika beliau menyembelih seekor kambing, beliau berkata: “Kirimlah daging ini kepada teman-teman Khadijah”. (H.R. Jama’ah);
“Nabi saw. selalu membalas hadiah, dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Nabi menerima hadiah dan memberikan balasan atasnya”. (H.R. Jama’ah)
Barangsiapa yang  tidak  mempunyai  sesuatu  untuk  membalas  hadiah  maka hendaklah berdo’a atas hadiah tersebut, sebagaimana yang dijelaskan Nabi saw
Artinya:  “Barangsiapa yang menerima kebaikan dariseseorang, kemudian dia berkata kepada orang yang berbuat tersebut (semoga Allah membalasmu dengan yang lebih baik) maka sungguh dia telah cukup memadai dalam memuji”(H.R. Jama’ah);
Memberikan hadiah kepada tetangganya yang terdekat, seperti yang jelaskan dalam hadis ’Aisyah ra, dia berkata: Wahai Rasulullah! Saya mempunyai dua orang tetangga kepada siapakah aku memberikan hadiah?, “Kepada orang yang pintunya paling dekat denganmu” Jawab beliau. (H.R. Bukhari);
Seseorang dianjurkan untuk menerima hadiah sekalipun hadiah tersebut tidak berkesan di dalam dirinya, dan beliau bersabda:
Artinya: “Barangsiapa yang ditawarkan kepadanya raihan (semacam tumbu-tumbuhan yang berbau harum) maka janganlah dia menolaknya, sebab raihan tersebut sangat ringan dan harum baunya”. (H.R. Muslim);
Apabila hadiah tersebut berupa barang yang haram maka wajib ditolak, dan jika barang tersebut berasal dari barang yang syubhat maka dianjurkan untuk ditolak;
Apabila seseorang ingin memberikan hadiah maka hendaklah berusaha untuk memilih waktu yang paling baik, bahkan para shahabat apabila ingin memberikan hadiah kepada Nabi saw, mereka menunggu hari giliran Aisyah; Memberikan hadiah kepada kedua orang tua adalah hadiah yang paling besar nilainya
6.Persamaan dan Perbedaan Shodaqoh, Hibah dan Hadiah
Persamaan, shadaqah, hibah dan hadiah adalah:
1.         Shadaqah, hibah, dan hadiah merupakan wujud kedermawaan yang dimiliki seseorang atau suatu kelompok dalam organisasi.
2.         Ketiganya diberikan secara cumu cuma tanpa mengharapkan pemberian kembali dalam bentuk dan wujud apapun
Sedangkan Perbedaanya adalah:
1. Shadaqah dan hibah diberikan kepada seseorang karena rasa iba, kasih sayang, atau ingin mempererat persaudaraan.
2.    Hadiah diberikan kepada seseorang sebagai imbalan jasa atau penghargaan atas prestasi yang dicapai.
3.    Shadaqah untuk membantu orang-orang terlantar memenuhi kebutuhan pokoknya, sedangkan hadiah adalah sebagai kenang-kenangan dan penghargaan kepada orang yang dihormati.
7.Perbedaan Hadiah dan Suap
Banyak sebutan untuk pemberian sesuatu kepada petugas atau pegawai diluar gajinya, seperti suap, hadiah, bonus, fee dan sebagainya. hadiah adalah pemberian seseorang yang sah memberi pada masa hidupnya, secara kontan tanpa ada syarat dan balasan. Suap atau sogok adalah memberi uang dan sebagainya kepada petugas (pegawai), dengan harapan mendapatkan kemudahan dalam suatu urusan, sedangkan bonus adalah upah diluar gaji resmi (sebagai tambahan).
Seorang muslim yang mengetahui perbedaan ini, maka ia akan dapat membedakan jalan yang hendak Ia tempuh, halal ataukah haram. Perbedaan tersebut, di antaranya:
1.  Hadiah merupakan pemberian yang dianjurkan syariat, dan ia termasuk pemasukan yang halal bagi seorang muslim. Sedangkan suap adalah, pemberian yang diharamkan syariat, dan ia termasuk pemasukan yang haram dan kotor;

2.  Hadiah diberikan dengan maksud untuk silaturrahim dan kasih-sayang, seperti kepada kerabat, tetangga atau teman, atau pemberian untuk membalas budi. Sedangkan suap diberikan untuk mencari muka dan mempermudah dalam hal yang batil;
3.  Pemberian hadiah dilakukan secara terang-terangan atas dasar sifat kedermawanan dan memotivasi orang lain untuk bisa berprestasi. Sedangkan pemberian suap dilakukan secara sembunyi, dibangun berdasarkan saling tuntut- menuntut, biasanya diberikan dengan berat hati;
4.  Hadiah,  pemberiannya  tidak  bersyarat.  Sedangkan  suap  ketika  memberinya  tentu dengan syarat yang tidak sesuai dengan syariat, baik syarat tersebut disampaikan secara langsung maupun secara tidak langsung;
5. Hadiah diberikan setelahnya, sedangkan suap –biasanya diberikan sebelum pekerjaan
8. Solusi Suap dan Hadiah yang Haram

Rizki yang didapatkan tidak halal, ia tidak akan mampu mendatangkan kebahagiaan. Ketika satu kemaksiatan dilakukan, itu berarti menanam dan menebarkan kemaksiatan Lainnya. Dia akan menggeser peran hukum, sehingga peraturan syariat tidak lagi mudah dipraktikkan. Padahal untuk mendapatkan kebahagian, Islam haruslah dijalankan secara kafah (menyeluruh). Solusi memberantas suap maupun penyakit sejenisnya, terbagi dalam dua hal.
a. solusi untuk individu dan masyarakat
1)   Setiap individu muslim hendaklah memperkuat ketakwaannya kepada Allah Swt Takwa merupakan wasiat Allah Swt untuk umat yang terdahulu dan yang kemudian. Dengan takwa ia mengetahui perintahNya lalu melaksanakannya, dan mengetahui laranganNya lalu menjauhinya;
2)  Berusaha menanamkan pada setiap diri sifat amanah, dan menghadirkan ke dalam hati besarnya dosa yang akan ditanggung oleh orang yang tidak menunaikan amanah. Dalam hat ini, peran agama memiliki pengaruh sangat besar, yaitu dengan penanaman akhlak yang mulia;
3)   Setiap individu selalu belajar memahami rizki dengan benar. Bahwa membahagiakan diri dengan harta bukanlah dengan cara yang diharamkan Allah Swt, akan tetapi dengan mencari rizki yang halal dan hidup dengan qana’ah, sehingga Allah Swt akan memberi berkah pada hartanya, dan ia dapat berbahagia dengan harta tersebut;
4) Menghadirkan ke dalam hati, bahwa di balik penghidupan ini ada kehidupan yang kekal, dan setiap orang akan diminta pertanggungjawabannya di hadapan Allah Swt Semua perbuatan manusia akan ditanya oleh Allah Swt tentang hartanya, dari mana engkau mendapatkannya, dan kemana engkau habiskan? Jika seseorang selamat pada pertanyaan pertama, belum tentu ia selamat pada pertanyaan berikutnya.
b. solusi pemerintah
1)   Jika ingin membersihkan penyakit masyarakat ini, hendakah memulai dari mereka sendiri. Pepatah Arab mengatakan, rakyat mengikuti agama rajanya. Jika rajanya baik, maka masyarakat akan mengikutinya, dan sebaliknya;
2)   Bekerjasama dengan para da’i untuk menghidupkan ruh tauhid dan keimanan kepada Allah Swt Jika tauhid telah lurus dan iman telah benar, maka, semuanya akan berjalan sesuai yang diinginkan oleh setiap diri seorang
3) Jika mengangkat seorang pejabat atau pegawai, hendaklah mengacu kepada dua syarat, yaitu keahlian, dan amanah. Jika kurang salah satu dari dua syarat tersebut, tak mustahil terjadi kerusakan. Kemudian, memberi hukuman sesuai dengan syariat bagi yang melanggarnya
4)   Semua pejabat pemerintah seharusnya mencari penasihat dan bithanah (orang dekat) yang shalih, yang menganjurkannya untuk berbuat baik, dan mencegahnya dari berbuat buruk. Seiring dengan itu, ia juga menjauhi bithanah yang shalih.
9.  Hikmah Dan Manfaat Sedekah, Hibah Dan Hadiah
Disyari’atkannya hibah, hadiah, dan shadaqah tentunya mengandung hikmah yang bisa diperoleh oleh orang yang mengamalkannya.
Hikmah tersebut antara lain:
1.    Menumbuhkan rasa kasih sayang sesama umat manusia
2.    Menjadikan harta benda menjadi berlipat
3.    Terjauh dari murka Allah SWT
4.    Terjaga dari siksa neraka
5.    Tercegah dari berbagai macam bencana
6.    Di doakan oleh malaikat setiap hari
7.    Dapat membantu meringankan beban orang lain
8.    Sebagai obat penyakit
9.    Memperoleh pahala yang mengalir terus