Sabtu, 06 November 2021

Video Pembelihan Hewan Qurban


 (Sumber :https://www.youtube.com/watch?v=LeMO82w3bww)

Gambar Jual Beli Dalam Islam


 

Artikel 3 (FIKIH)

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Beakang Masalah

Agama Islam telah mengatur tatanan kehidupan bagi pemeluknya. khususnya dalam hubungan antara manusia dengan manusia yang lain yang disebut muamalah. Dalam fikih muamalah banyak menjelaskan hal-hal penting dalam kehidupan manusia. Hubungan antara manusia satu dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhan harus terdapat aturan yang mewajibkan hak dan kewajiban keduanya berdasrkan kesepakatan.

Proses untuk membuat kesepakatan dalam rangka memenuhi kebutuhan keduanya lazim disebut dengan proses berakad atau melakukan kontrak. Hubungan ini merupakan fitrah yang sudah ditakdirkan oleh Allah, karena itu merupakan kebutuhan manusia sejak manusia mulai mengenal arti hak milik. Islam sebagai agama yang komprehensif dan universal memberikan aturan yang cukup jelas dalam aka untuk dapat diimplementasikan dalam setiap masa. Salaha satunya dalam hal kepemilikan hak dan akad.

Kepemilikan terhadap harta yang di dalam Islam diatur dan diatur untuk kemaslahatan. Hal ini terkait dengan konsep hak milik dalam Islam yang memberikan batasan-batasan bagi pemilik harta baik dari cara perolehanya maupun cara pembelanjaanya. Karena itulah dalam Islam perlindungan terhadap harta menjadi salah satu tujuan diisyaratkan dalam hukum Islam yang utama selain perlindungan terhadap agama Islam, jiwa, akal, dan kehormatan.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian hak dan milik ?

2.      Apa sebab dan  hikmah kepemilikan ?

3.      Apa pengertian Akad ?

4.      Apa rukun, syarat, macam-macam dan berakhirnya akad ?

5.      Apa pengertian dan Dasar Hukum Jual Beli ?

6.      Apa rukun, syarat-syarat, bentuk, hikmah jual beli ?

7.      Bagaimana pelaksanaan Jual Beli Yang benar Dalam Kehidupan sehari-hari ?

C.    Tujuan

1.      Untuk mengetahui pengertian hak dan milik ?

2.      Untuk mengetahui sebab dan  hikmah kepemilikan ?

3.      Untuk mengetahui pengertian Akad ?

4.      Untuk mengetahui rukun, syarat, macam-macam dan berakhirnya akad ?

5.      Untuk mengetahui pengertian dan Dasar Hukum Jual Beli ?

6.      Untuk mengetahui rukun, syarat-syarat, bentuk, hikmah jual beli ?

7.      Untuk mengetahui pelaksanaan Jual Beli Yang benar Dalam Kehidupan sehari-hari ?

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Hak dan Milik

            Kata milik berasal dari bahasa Arab al-milk yang berarti penguasaan terhadap sesuatu. al-milk berarti sesuatu yang dimiliki (harta).  Milik juga berarti hubungan seseorang dengan suatu harta benda yang diakui oleh syara’, yang menjadikanya mempunyai kekuasaan kasus terhadap harta itu, sehingga Ia dapat melakukan tindakan hukum terhadap harta itu, kecuali adanya halangan syara’. Al-milk secara terminologis yaitu pengkhususan seseorang terhadap suatu benda yang memungkinkannya untuk bertindak hukum terhadap benda itu sesuai keinginanya selama tidak ada halangan syara’.

Pembagian milik dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1.      Milik (sempurna) yaitu kepemilikan zat bendanya sekaligus manfaatnya, artinya zat benda dan manfaatnya dapat dikuasai oleh orang yang memiliki benda tersebut.

2.      Milik naqish yaitu kepemilikan salah satu dari zat benda  atau manfaatnya. Artinya orang hanya memiliki zat benda tetapi tidak memiliki manfaat bendanya atau orang hanya memiliki manfaat benda tetapi tidak memiliki zat bendanya, misal orang yang menyewakan rumah.

3.      Ihyaul mawat

Ihyaul mawat adalah upaya untuk membuka lahan baru atas tanah yang belum ada pemiliknya, mislanya membuka hutan unuk lahan pertanian, menghidupkan lahan tidur menjadi produktif yang bearasal dari rawa-rawa yang tidak produktif..[1]

Hukum ihyaul mawat adalah mubah beradsarkan hadist Nabi Muhammad Saw, sebagai berikut :

Artinya: “Barang siapa yang menghidupkan tanah mati (tak bertuan) maka tanah itu adalah miliknya dan tidak ada hak bagi orang lain untuk menanamnya tanpa seizinnya” (HR. Abu Daud).

Dalam surat al-maidah ayat 120 kepemilikan ada 3:

a.       Individu contohnya Rumah

b.      Umum (keseluruhan) contohnya hujan, sumber mata air yang digali dirumah, sekolah swasta.

c.       Negara contohnya perusahaan air mineral karena dikelola oleh pemerintah, sekolah negeri.

B.     Sebab-Sebab Kepemilikan

1.      Ihrazul mubahat

          Al-mubahat adalah harta benda yang tidak termasuk dalam milki yang di lindungi (dikuasai orang lain) dan tidak ada halangan hukum yang memilikinya, misalnya air yang masih ada sumbernya, binatang buruan, burung yang masih ada di udara, ikan yang masih ada disungai dan laut, dan lain-lain. Perbuatan atau cara penguasaan harta mubah ini untuk tujuan kepemilikan dinamakan ihrazu atau istilah lain al-istila’

2.      Al-Uquud

         Al-uquud jamak dari al-akad, yaitu pertalian antara ijab dan qabul dengan cara dibenarkan syara’ yang membawa akibat hukum pada objeknya, seperti akad jual beli, hibah, wasiat dan yang sejenisnya adalah sumber kepemilikan yang penting. Akad merupaan sebab terjadi kepemilikan yang paling kuat dan berlaku luas dalam kehidupan manusia yang membutuhkan distribusi harta kekayaan. Akad dilihat sebagai sebab kepemilikan terbagi menjadi dua, yaitu uquud jabariyah dan tamlik jabari, Uquud jabariyah adalah akad-akad yang harus dilakukan berdasarkan kepetusan hakim. Tamlik jabari yaitu pemilikan secara paksa baik pemilikan paksa terhadap harta tetap yang akan dijual atau pemilikan secara paksa untuk kepentingan umum.

3.      Al-khalafiyah

          Al-khalafiyah adalah bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru ditempat yang lama yang telah hilang, dalam berbagai hak, al-khalafiyah dapat terjadi dalam hal pewarisan, seorang ahli waris menggantikan posisi pemilikan orang yang meninggal dunia terhadap harta yang ditinggalkanya atau bisa juga hak kepemilikan atas ganti rugi ketika sesorang merusakan atau menghilangkan benda orang lain.

4.      Al-Tawallud minal mamluk

Al-Tawallud minal mamluk adalah segala sesuatu yang terjadi dari harta benda yang dimiliki menjadi hak bagi orang yang memiliki harta benda tersebut. Seperti anak yang lahir dari hewan menjadi hak miliki bagi yang memilki hewan itu, atau air susu yang ke`luar dari heawn sapi menjadi hak bagi orag yang memiliki hak tersebut.[2]

C.    Hikmah Kepemilikan

1.      Terciptanya rasa aman dan tentram dalam kehidupan beramasyarakat

2.      Terlindunginya hak-hak individu secara baik

3.      Menumbuhkan sikap kepedulian terhadap fasilitas-fasilitas umum.

4.      Timbulnya rasa kepedulian sosial yang semakin tinggi.[3]

D.    Pengertian Akad

          Pengertian akad secara bahasa adalah ikatan antara dua perkara baik  ikatan secara nyata maupun maknawi, dari satu segi maupun dari dua segi.      Adapun akad secara istilah ada;lah transaksi atau kesepakatan anatara sesorang (yang menyeerahkan) dan orang lain (yang menerima) untuk melaksanakan suatu peerbuatan.

         Untuk Fiqih membagi pengertian akad menjadi dua ketentuan yaitu umum dan khusus

1.      Akad secara Umum

Secara umum akad adalah segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang berdasarkan keinginanya sendiri, seperti wakaf dam talak atau sesuatu yang pembentukannya membutuhkan keinginan dua orang seperti jual beli, perwakilan, dan gadai.

2.      Akad secara khusus

Para ulama berbeda pendapat mengenai akad secara khusus sebagai berikut :

a.       Peikatan yang ditetapkan dengan ijab kabul berdasarkan ketentuan Syara’ yang berdampak pada objeknya

Pengaitan ucapan salah seorang berakad dengan yang lainya secara syara’ pada segi yang tampak dan berdampak pada objeknya..[4]

E.     Rukun Akad

1.      Pihak-pihak yang membuat akad (al-aqid)

2.      Penyataa n kehendak para pihak akad (sighat)

3.      Tidak ada unsur paksaan

4.      Objek akad. [5]

F.     Syarat-syarat Akad

1.      Syarat terjadinya akad

Yaitu segala sesuatu yang diisyaratkan untuk terjadinya akad secara syara’. Jika tidak memenuhi syarat tersebut akad menjadi batal.

Syarat ini terbagi atas dua bagian yaitu:

a)      Umum, yakni syarat-syarat yang harus ada pada setiap akad

b)      Khusus, yakni syarat-syarat yang harus ada pada sebagaian akad dan tidak diisyaratkan pada bagian lainya.

2.      Syarat sah akad

Yaitu segala sesuatu yang diisyaratkan syara’ untuk mnjamin dampak keabsahan akad. Jika tidak terpenuhi, akad tersebut rusak.

3.      Syarat pelaksanaan akad

         Dalam pelaksanaan akad ada dua syarat, yaitu kepemilikan dan kekuasaan. Kepemilikan adalah sesuatu yang dimiliki oleh seseorang sehingga ia bebas beraktivitas dengan apa-apa yang dimilkinya sesuai dengan aturan syara’. Adapaun kekuasaan adalah kemampuan seseorang dengan ber-tasharuf sesuai dengan ketetapan syara’ baik secara asli yakni dilakukan oleh dirinya maupun sebagai penggantian (menjadi wakil seseorang)

Dalam hal ini diisyaratkan anataa lain:

a.       Barang yang dijadikan akad harus kepunyaan orang yang diakad, jika dijadikan maka sangat bergantung kepada izin pemiliknya yang asli.

b.      Barang yang dijadikan tidak berkaitan dengan kepemilikan oramng lain.

4.      Syarat kepastian hukum

Dasar dalam akad adalah kepastian. Diantara syarat luzum dalam jual beli adalah terhindarnya dari beberapa khiyar jual beli, seperti khiyar syarat. Khiyar aib dan lain-lain. Jika luzum tampak maka akad batal atau dikembalikan.[6]

G.    Macam-Macam Akad

a)      Ditinjau dari sifatnya

Menurut sifatnya, para ulama membagi akad menjadi dua sebagai berikut :

Menurut sifatnya, para ulama membagi akad menjadi dua sebagai berikut :

1)      Akad sahih, yaitu akad yang sempurna dan sah menurut pandangan syariat Isla dengan memenuhi unsur dan syarat yang telah ditetapkan oleh syara’.

2)      Akad ghairu shahih (akad tidak shahih) yaitu akad yang tidak sah menurut syariat dikarenakan tidak memenuhi unsur syara’ dikarenakan tidak memenuhi unsur syara’, artinya tidak memenuhi rukun dan tiak ada objek akad.

b)      Ditinjau dari cara atau bentuknya

1)   Akad lisan yaitu akad yang terjadi ijab dan kabl dinyatakan secara lisan.

2)   Akad tulisan yaitu akad yang dilakukan secara tertulis, seperti perjanjian pada kertas bersegel atau akad melalui notaris.

3)   Akad isyarat, yaitu akad dengan menggunakan bahasa isyarat atau kode tertentu.

4)   Akad perantara utusan (wakil) yaitu akad yang dilakukan dengan melalui utusan atau wakil kepada orang lain agar bertindak atas nama pemberi mandat.

5)   Akad ta’ali (saling memberikan) akad yang sudah berjalan secara umum seperti memberi makanan diwarung, pembeli membayar sesuai harga tanpa tawar menawar.

6)   Makna sighat (ijab kabul) dalam akad

Ijab dan kabul sangat penting karena keduanya merupakan syariat yang harus dipenuhi oleh kelompok yang mengadakan. Ijab artinya ucapan tanda penyerahan dari pihak yang menyerahkan dalam suatu akad. Kabul adalah ucapan tanda setuju (terima) dari pihak yang menerima dalam suatu akad.

H.    Berakhirnya Akad

Akad dapat berakhir dengan pembatalan, meninggal dunia, atau tanpa adanya izin dalam akad mauquf (ditangguhkan)

Akad habis dengan pembatalan yaitu terkadang dihilangkan dari asalnya seperti masa khiyar, terkadang dikaitkan pada masa yang akan datang, seperti pembatalan dalam sewa menyewa dan pinjam meminjam yang telah disepakati selama 5 bulan, tetai sebelum tetapi sebelum sampai lima bulan dibatalkan.

Adapun pembatalan pada kad lazim terdapat dalam beberapa hal berikut :

1.    Ketika akad rusak

2.    Adanya khiyar

3.    Pembatal akad

4.    Tidak mungkin melaksanakan akad

5.    Masa akad berakhir.[7]

I.       Pengertian dan Dasar Hukum Jual Beli

1.      Definisi jual beli

Secara etimologis jual beli berarti pertukaran mutlak, kata al-ba’i “jual” dan asy-syiraa “beli”penggunaanya disamakan antara keduanya. Dua kata tersebut masing-masing mempunyai pengertian lafadz yang sama dan pengertian yang berbeda. Dalam syariat Islam jual beli adalah pertukaran harta tertentu denganharta lain berdasarkan keridhaan antara keduanya atau dengan pengertian lain mmindahkan hak milik dengan hak milik lain berdasarkan persetujuan dan hitungan materi.[8]

2.    Dasar Hukum Jual Beli

Terdapat beberapa ayat al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW yang berbicara tentang jual beli, antara lain:

a.       Surah Al-Baqarah ayat 275, artinya :

“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..”

b.      Surah al-baqarah ayat 198 artinya:

“tidak ada dosa bagimu untuk mendari karunia (rezeki hasil perniagaan dari Tuhanmu.”

c.    Surah An-Nisa ayat 29 artinya :

“kecuali dengan jalan perniagaan yang berlau dengan suka sama suka doantara kamu...”

Dasar hukum jual beli berdasarkan sunnah Rasulullah saw antara lain:

1)      Hadist yang diriwayatkan oleh Rifaah ibn Rafi

Artinya : “Rasulullah ditanya salah seseorang sahabat mengenai pekerjaan (profesi) apa yang paling baik. Rasulullah saw menjawab: “usaha tangan manusia sendiri dan setiap jual beli yang diberkati.” (HR. Al-Bazzar dan Al-Hakim)

Maksudnya adalah jual beli yang jujur tanpa diiringi kecurangan-kecurangan mendapat erkah fari Allah SWT.

2)      Hadist yang diriwayatkan Al-Tirmizi, Rasulullah saw bersabda:

“perdagang yang jujur dan terpercaya sejajar (tempatnya di surga) dengan para nabi, shadiqin, dan syuhada”.[9]

J.      Rukun Jual Beli

Jumhur ulama menetapkan ruku beli terhadap lima hal dianataranya:

1.    Penjual, yaitu pihak yang dikenai tuntunan untuk menjuak

2.    Pembeli, yaitu pihak yang menghemdaki memiliki sesuatu dengan pembelinya.

3.    Benda atau barang, yaitu sesuatu yang menjadi objek transaksi, benda tersebut harus suci, halal dan  bermanfaat.

4.    Ada alat pengukur barang (uang)

5.    Sighat (ijab kabul), yaitu transaksi yang dilakukan oleh kedua belah pihak.[10]

K.    Syarat-Syarat Jual Beli

Syarat jual beli meliputi empat hal sebagai berikut :

1.    Syarat terjadinya Akad Jual Beli

Menurut ulama Hanabillah, jual beli batal apabila syarat terjadinya akad tidak terpenuhi

2.      Syarat terjadinya Akad dan Jual Beli

Syarat sahnya sebuah akad jual beli terbagi menjadi dua, yaitu umum dan khusus

a.       Syarat Umum, yaitu syarat-syarat yang berhubungan dengan sesama bentuk jual beli yang ditetapkan oleh syara’ dan terhindar dari kecacatan jual beli.

b.      Syarat khusus, yaitu syarat-syarat yang hanya ada pada baranag-barang tertentu, sperti berikut:

1)      Barang yang diperjualbelikan harusdapat dipegang, maksudnya barang tersebut ada di hadapan penjual dan pembeli sehingga keduanya dapat melihat dan memegangya.

2)      Harga awal harus diketahui

3)      Serah terima benda dilakukan sebelum berpisah

4)      Terpenuhi syarat penerimaan

5)      Harus seimbang dalam ukuran timbangan

6)      Barang yang diperjualbelikan sudah menjadi tanggung jawabnya.

3.      Syarat terlaksanaya Akad Jual beli

Syarat-syarat akad jual beli sebagai berikut :

a.       Benda dimiliki aqid (yang berkuasa untuk akad)

b.      Milku at-tamm, yaitu kepemilikan penuh, maka tidak dibenarkan memperjualbelikan barang pinjaman atau sewaan.

Berdasarkan syarat terlaksanya akad dan waqaf (penangguhan) jual beli menjadi dua , yaitu jual beli nafaz dan mauquf.

1)      Jual beli nafaz, yaitu jual beli yang dilakukan oleh orang yang telah memenuhi syarat dan rukun. Jual beli tersebut dikategorikan sah.

2)      Jual beli mauquf, yaitu jual beli yang dilakukan oleh orang orang yang tidak memnuhi nafaz, yakni bukan milik dan tidak usaha melakukan akad, sepertijual beli fidul (jual beli milik orang lain tanpa ada izin)

4.      Syarat kepastian

Syarat kepastian hanya ada satu, yaitu akad jual beli harus terlepas atau terbebas dari khiyar (pilihan) yang berkaitan dengan kedua pihak yang akad dan menyebabkan batalnya akad.[11]

 

L.     Bentuk Jual Beli yang dilarang

Pada dasarnya jual beli hukumnya boleh, namun adakalanya jual beli tersebut menjadi terlarang karena hal-hal tertentu yang telah ditetapkan syariat. Wahbah Zuhaili menjelaskan sebab-sebab terlarangnya jual beli sebagai berikut:

1.    Terlarangnya sebab Ahliah (Ahli akad, yaitu penjual dan pembeli)

Orang yang dilarang melakukan transaksi jual beli karena sebab ahliah yaitu orang gila, anak kecil, orang buta (orang yang tidak bisa membedakan barang baik atau buruk, fidul (jual beli barang milik orang lain tanpa izin pemiliknya) dan orang yang terhalang (misal karena kebodohan atau sakit)

2.        Terlarang sebab sighat

Ualama fikih telah sepakat bahwa jual beli yang dilakukan atas dasar keridhaan antara pihak yang melakukan akad, ada kesesuaian antara ijab dan kabul, berada disuatu tempat, dan tidak terpisah oleh satu pemisah adalah sah.

Sebaliknya jual beli yang tidak memenuhi ketentuan tersebut dipandang tidak sah atau masih diperselisihkan para ulama seperti jual beli berikut ini:

a.       Jual beli dengan isyarat atau lisan selama bisa dibaca dan dimengerti. Jika terjadi sebaliknya jual beli menjadi tidak sah, misalnya tulisanya kabur dan isyaratya tidak dapat dipahami.

b.      Jual beli melalui utusan dan surat. Jual beli seacam ini adalah sah selama utusan dan suart itu sampai pada tujuan. Jual beli tidak sah bila terjadi adalah sebaliknya.

c.       Jual beli mu’tah atau tidak memakai ijab kabul

d.      Jual beli barang yang tidak ada tempat

e.       Jual beli tidak berkesuaian dengan ijab kabul

f.       Jual beli munjiz (jual beli yang ditangguhkan)

 

 

3.    Terlarang sebab Ma’qud Alaih (objek Akad)

Ma’qud alaih adalah harta yang dijadikan alat pertukaran oleh orang yang berakad, biasa disebut dengan istilah mabi’ (barang jualan), seperti berikut:

a.       Jual beli benda yang dikkawatirkan tidak ada barangya

b.      Jual beli yang tidak dapat diserahkan barangya

c.       Jual beli gharar (tipuan) adalah jual beli yang mengandung kesamaran.[12]

M.   Hikmah dan Manfaat Jual Beli

1.      Membentuk kepribadian muslim terhindar dari kepemilikan harta secara batil

2.      Membentuk kepribadian muslim yang terhindar dari kepemilikan harta secara riba.

3.      Melaksanakan hukum yang dihalalkan Allah Swt, dan menjauhi yang diharamkan

4.      Mendorong untuk saling tolong menolong sesama manusia sehingga mempunyai nilai sosial kemasyarakatan

5.      Mendidik pihak penjualdan pembeli agar memilki sifat-sifat tenggang rasa, saling hormat menghormati, lapang dada dan tidak tergesa-gesa.[13]

N.    Pelaksanaan Jual Beli Yang Benar Dalam Kehidupan Sehari-Hari

Pelaksanaan Ijab dan Qabul harus memnuhi beberapa syarat, antara lain:

1.        Hendaknya ijab sesuai dengan qabul, baik dalam harga yang ditetapkan, sifat, mata uang, maupun batas waktu.

2.        Ijab dan qabul diucapkan penjual dan pembeli dalam satu majlis. Apabila dari salah satu mereka (penjual) berkata: “Saya jual kepadamu ini barang dengan harga seribu”. Kemudian mereka (penjual dan pembeli) berpisah sebelum yang lain (pembeli) menerimanya, maka akad jual belinya tidak sah.

3.        Antara ijab dan qabul harus bersambung tidak terpisah oleh sesutu yang menunjukkan berpaling dari akad jual beli. Adapun jika ada pemisah yang sebentar, yang sekiranya tidak memalingkan dari jalanya ijab dan qabul menurut adat istiadat, maka hal tersebut tidaklah membahayakan.[14]

Pelaksanaan jual beli yang benar harus memnuhi syarat dinataranya zatnya harus halal prosesnya harus benar dan adanya akad. Maksudnya yang pertama yaitu zatnya harus halal maksudnya sesuatu barang yang kita jual harus halal dan tidak menyimpang dari larangan agama kita yaitu Islam. Misalnya saja tidak menjual daging babi, anjing, jenis jenis narkotika seperti narkoba, minuman-minuman keras dan lainya yang bertentangan dengan syariat Islam.

Maksudnya yang kedua yaitu selain zatnya atau bis ajuga disebut dengan prosesnya, jadi maksudnya prosesnya harus halal itu ialah cara kita menjual dan cara kita memperoleh keuntunganya. Kita dalam satu transaksi jual beli tidak bileh melakukan penipuan, riba, dan segala sesuatu hal yang bertentangan dengan syariat Islam.

Maksud yang ketiga yaitu akadnya harus jelas maksudnya penrjanjian dalam jual beli tersebut harus jelas. Jual beli dalam Islam itu memang diperbolehkan atau dihalalkan tetapi tidak selamanya berfikir dan bahwa jual beli itu diperbolehkan. Ada kalanya suatu transaksi Jual Beli yang awalnya dihalalkan atau diperbolehkan tersebut dapat menjadi wajib dapat menjadi haram.

Suatu transaksi jual beli yang awalnya halal dan menjadi wajib apabila suatu barang tersebut sudah habis dan pada saat itu ada beberapa distributor memiliki stok barang namun dia menjualnya padahal barang tersebut menjadi wajib. Kita misalkan saja pada saat menjelang hari raya para distributor beras tidak menjual barangnya karena harganya murah dan ia akan menjual berasnya pada saat setelah lebaran padahal barang tersebut sangat dibutuhkan oleh para warga masyarakat maka pemerintah berhak memaksa dan mewajibkan para distributor beras tersebut untuk menjual barang daganganya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

           Al-milk secara terminologis yaitu pengkhususan seseorang terhadap suatu benda yang memungkinkannya untuk bertindak hukum terhadap benda itu sesuai keinginanya selama tidak ada halangan syara’.

    Sebab-sebab hak dan kepemilikan adalah Ihrazul mubahat, Al-Uquud, al-khalafiyah.

       Pengertian akad secara bahasa adalah ikatan antara dua perkara baik  ikatan secara nyata maupun maknawi, dari satu segi maupun dari dua segi. Rukun akad diantaranya al-aqid, sighat, dan ma’qud. Syarat-syarat akad diantarnya adalah syarat terjadinya akad, syarat sah akad. Macam-macam akad ada 2 yaitu akad shahih dan ghairu shahih.

 

 

 


DAFTAR PUSTAKA

Suhendi., Hendi 2002.  Fiqih Muamalah. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Harun,. 2017. Fiqih Muamalah,. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Masruchan. Fikih Untuk Madrasah Aliyah Peminatan Ilmu-Ilmu Agama    Berdasarkan KI-KD KURMA 13 Untuk kelas X semester 1 dan 2, PERPUSTAKAAN MAN 1 KOTA PEKALONGAN,

Mulyani, Sri. 2013.  Fikih Untuk MA dan yang sederajat kelas X Semester 2 (Surakarta: Putra Nugraha.         

Syafe’i, Rachmat. 2004.  Fiqih Muamalah untuk IAIN, STAIN, PTAIS dan Umum. Bandung: CV. Pustaka Setia

Sabiq, Sayyid. 2004. Fiqih Sunnah. Jakarta: Darul Fath.

Ghazaly, Abdul Rahman. 2010. Fiqih Muamalah. Jakarta: Prenada Media Group.

Abdul, Azzam Muhammad Aziz. 2010. Fiqih Muamalat. Jakarta: AMZAH.

Diib Al-Bugha, Mustafa. 2016. FIKIH ISLAM LENGKAP PENJELASAN HUKUM-HUKUM ISLAM MADHAB SYAFI’I. Solo: Media Zikir.

Al-Hikmah, 2008. Departemen Agama Al-Qur’an dan Terjemahnya Juz 1, (Cet. VIII. Bnadung: Diponegoro.

 



[1]Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002), hlm 3

 

[2]Harun,  Fiqih Muamalah, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2017), hlm 23-28

[3] Masruchan, Fikih Untuk Madrasah Aliyah Peminatan Ilmu-Ilmu Agama Berdasarkan KI-KD KURMA 13 Untuk kelas X semester 1 dan 2, PERPUSTAKAAN MAN 1 KOTA PEKALONGAN, hlm 72

[4]Sri Mulyani, Fikih Untuk MA dan yang sederajat kelas X Semester 2 (Surakarta: Putra Nugraha, 2013(, hlm 8)

                                                                                                                                                                                     [5]Sri Mulyani, Fikih Untuk MA dan yang sederajat Kelas X Semester 2,....hlm 8

[6]Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah untuk IAIN, STAIN, PTAIS dan Umum, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2004), hlm 64-66

[7] Rachmat Syafe’i, Fiqih Muamalah untuk IAIN, STAIN, PTAIS dan Umum, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2004), hlm 70

[8]Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Jakarta: Darul Fath, 2004), hlm 120

[9]Abdul Rahman Ghazaly, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), hlm 69-70

[10] Azzam Muhammad Aziz Abdul, Fiqih Muamalat, (Jakarta: AMZAH, 2010), Hlm 97

[11] Mustafa Diib Al-Bugha, FIKIH ISLAM LENGKAP PENJELASAN HUKUM-HUKUM ISLAM MADHAB SYAFI’I, (Solo: Media Zikir, 2016), hlm 258

[12] Sri Mulayani, Fikih Untuk MA dan yang sederajat Kelas X Semester 2, ...hlm 16

[13] Masruchan, Fikih Untuk Madrasah Aliyah Peminatan Ilmu-Ilmu Agama Berdarkan KI-KD KURMA 13 Kelas X Semester 1 dan 2, PERPUSTAKAAN MAN 1 KOTA PEKALONGAN,...HLM 84

[14] Al-Hikmah, Departemen Agama Al-Qur’an dan Terjemahnya Juz 1, (Cet. VIII. Bnadung: Diponegoro, 2008), hlm 7