BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perkawinan merupakan salah satu ibadah yang pasti akan dilewati
oleh setiap orang islam, dan tujuan utama dalam perkawinan selain sebagai
pelengkap keislaman seseorang didalam ibadah ialah juga agar dapat membangun keluarga
yang sakinah, sehingga membuahkan mawaddah warahmah serta dapat mewariskan
keindahan islam kepada keturunanya yang tak lain agar Islam tetap eksis dan
berjaya. Namun disamping itu yang sudah tak asing lagi bagi kita khususnya kaum
muslim bahwa kerap kali didalam membangun rumah tangga seperti yang di
cita-citakan oleh Rasulullah seringkali menghadapi problematika-problematika
hidup, baik itu dari segi bathiniyah maupun dhohiriyah yang dewasa ini sering
kita kenal dengan faktor intern dan ekstern.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian, dasar hukum dan syarat talak?
2.
Apa
pengertian, dasar hukum dan syarat khulu’, ‘ila, Lian dan Zhihar, iddah dan
ruju’?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pengertian, dasar hukum dan syarat talak
2.
Untuk
mengetahui pengertian, dasar hukum dan syarat dan Rukun khulu’, ‘ila, Lian dan
Zhihar, iddah dan ruju’
BAB II
PEMBAHASAN
1.
TALAK
a.
Pengertian
Talak
Secara harfiyah talak itu berarti lepas dan bebas. Dalam
mengemukakan rumusan arti talak secara terminologis kelihatanya ulama
mengatakan rumusan yang berbeda namun essensinya sama. Al-Mahalli dalam
kitabnya Syarh Minhaj at-Thalibin merumuskan:
Melepaskan
hubungan pernikahan debgan menghubungkan lafadz talak dan sejenisnya.
Talak dari segi syara’ merupakan
melepaskan ikatan perkawinan dengan menggunakan lafadz talak atau seumpamanya.
Talak juga merupakan perceraian yang dilakukan oleh suami dengan lafadz talak
satu, dua atau tiga sama ada secara nyata atau kiasan. Maka apabila sesudah
berlaku talak tiga, rujuk atau kawin semula tidak boleh dilakukan lagi antara
suami istri tersebut. Perkawinan semula anatara keduanya hanya dibenarkan jika
istri yang diceraikan itu telah berkawin dengan lelaki lain dan melakukan
persetubuhan dengan suaminya yang kedua dan selepas suami yang kedua dan
selepas suami yang kedua itu dengan kerelaan sendiri menceraikan istrinya. Ini
merujuk kepada firman Allah SWT yang bermaksud :“ sesudah (diceraikan dua kali)
maka perempuan itu tidak halal lagi baginya sesudah itu, sehingga ia berkawin
dengan suami yang lain. Setelah itu diceraikan (oleh suami yang habis iddahnya)
maka mereka berdua (bekas suami dan bekas istri) tidaklah berdosa untuk kembali
(berkawin semula) jika mereka benar-benar yakin dapat menegakkan aturan hukum
Allah. Dan itulah aturan-aturan hukum Allah, diterangkan kepada kaum yang
(mahu) mengetahui dan memahaminya” ( al-baqarah: 230).[1]
b.
Macam-Macam
Talak
v Talak Sunnah
Talak sunah merupakan talak yang terjadi dengan mengikuti perintah
syara’. Talak sunah adalah suami yang menceraikan istri telah berhubungan
dengan istri dengan satu kali talak. Istri dalam keadaan suci dan ia tidak
menyentuhnya. Hal ini sebagaiman firman Allah :
لطَّلَاقُ مَرَّتَانِ ۖ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ
أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ ۗ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ
تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّا أَنْ يَخَافَا أَلَّا يُقِيمَا
حُدُودَ اللَّهِ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا
يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ
فَلَا تَعْتَدُوهَا ۚ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ
اللَّهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
Artinya: talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh
rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik. (QS.
Al-Baqarah (2) : 229)
Maksudnya bahwa talak disyariatkan dengan sekali dan boleh diikuti
kembali (ruju’). Kemudian sekali lagi diikuti kembali seperti itu. Dan bagi
yang dicerai setelah kedua kalinya terdapat pilihan anatara bersamanya dengan
cara yang baik atau terpisah dengan cara yang baik.
v Talak Bid’i
Talak
bid’i merupakan talak yang berbeda dengan yang disyariatkanya seakan-akan ia
menceraikanya tiga kali dalam satu kata. Atau ia menceraikanya tiga kali
berbeda-beda pada satu tempat. Seakan-akan ia berkata:”engaku aku cerai,
engakau aku cerai, engaku akau cerai.” Atau juga ia menceraikan waktu haidh dan
nifas atau dalam waktu suci namun telah berhubungan denganya. Para ulama te;ah
sepakat bahwa talak bid’i haram, sedangkan orang yang melakukanya itu berdosa.
Kemudian talak dilihat dari segi
kembalinya dan bagianya terbagi dalam dua hal, yaitu raj’i dan ba’in.
v Talak Raj’i
Talak raj’i merupakan talak yang diperbolehkan bagi laki-laki untuk
kembali pada istrinya sebelum habis masa iddah dengan tanpa mahar baru dan akad
baru. Talak ini tidak menjadi jelas untuk istri seketika tetapi setelah
berakhirnya iddah. Ia bernaung dalam lindungan suaminya hingga habis masa
iddahnya. Ia tinggal dala rumah tangga yang disebutkanya atau rela jika
dipilihkanya. Ia memberikan nafkahnya selama dirinyatidak takut atas suaminya.
Maka pada saat kemudian ia pergi ke keluarganya.
v Talak Ba’in
Talak bain merupakan talak yang memutuskan yaitu suami tidak
memiliki hak untuk kembali pada perempuan yang diceraikanya dalam masa
iddahnya. Talak ba’in ada dua macam yaitu talak ba’in sughra dan talak ba’in
qubra.
c.
Syarat-syarat
Talak
1)
Dari
segi individu, ia harus seseorang yang baligh, berakal, taat, dan terpilih.
Maka talak tidak terjadi pada anak kecil, orang gila, orang yang dipaksa, orang
yang mabuk.
2)
Dari
segi ucapan, para ulama fiqih menyatakan bahwa talak tidak terjadi kecuali
menggunakan kata-kata yang jelas dengan talak seperti “engkau aku talak”
3)
Adapun
dari segi tujuan talak haruslah dengan maksud ucapan bagi orang yang berniat
dalam dirinya menalak istrinya dan tidak diucapkan dengan talak maka talaknya
tidak terjadi. Bagi seorang yang mengucapkan talak karena dipaksa atau saat
mabuk maka talaknya tidak terjadi karena ia kehilangan akalnya.
4)
Adapun
dari segi jumlah, al-quran telah menjadikan talak tiga kali secara terpisah.
5)
Dari
segi kesaksian, menurut mayoritas ulama fiqih bahwa kesaksian adalah wajib dalam
talak.[2]
d.
Hukum
Talak
1)
Makruh
Makruh apabila tidak dengan alasan yang dibenarkan oleh syara’ dan
memang asal hukum dari talak itu adalah makruh.
2)
Mubah
Talak diperbolehkan (mubah) jika untuk menghindari bahaya yang
mengancam saah satu pihak baik itu suami maupun istri baik karena buruknya
perangai si istri, pergaulanya yang kurang baik atau hal-hal buruk lainya.
Namun talak tetap menjadi solusi terakhir setelah semua usaha untuk memperbaiki
kondisi istri tidak membuahkan hasil.
3)
Haram
Talak yang diharamkan adalah talak yang dilakukan bukan karena
adanya tuntunan yang dapat di benarkan. Hal itu akan membawa mudhorat bagi diri
sang suami dan juga istrinya serta tidak memberikan kebaikan bagi keduanya.
4)
Sunah
Talak yang disunahkan adalah talak yang dilakukan terhadap seorang
istri yang telah berbuat dhalim kepada hak-hak Allah yang harus diembanya,
sepertoi shalat dan kewajiban-kewajiban lainya, berbagai cara telah ditempuh
oleh sang suami untuk menyadarkanya, akan tetapi ia tetap tidak menghendaki
perubahan.
5)
Wajib
Talak wajib adalah talak yang bertujuan untuk menyelesaikan konflik
yang terjadi antara suami dan istri jika masing-masing melihat bahwa talak
adalah satu-satunya jalan untuk mengakhiri perselisihan.
2.
KHULU’
a.
Pengertian
Khulu’ menurut bahasa berarti melepas. Khulu’ adalah tebusan yang
dibayar oleh sang istri kepada suami yang membencinya agar ia (sang suami)
dapat menceraikanya. Khulu’ sering disebut dengan talak tebus. Hukum khulu’
sama dengan talak pada dasarnya makruh kemudian dapat berubah menjadi sunah,
mubah, wajib dan haram sesuai dengan alasan yang menyebabkanya.
b.
Syarat-syarat
Khulu’
1)
Seorang
istri meminta kepada suaminya untuk melakukan khulu’ jika tampak adanya bahaya
yang mengancam dan merasa takut keduanya tidak akan menegakkan hukum Allah SWT.
2)
Hendaknya
khulu’ itu berlangsung sampai selesai tanpa adanya tindakan penganiyaan
(menyakiti) yang dilakukan suami kepada istrinya. Jika ia menyakiti istrinya ia
tidak boleh mengambil sesautu pun darinya.
3)
Khulu’
itu berasal dari istri dan bukan dari pihak suami. Jika suami yang merasa tidak
senang hidup bersama istrinya, suami tidak berhak mengambil sedikit pun harta
dari istrinya.
4)
Khulu’
sebagai talak ba’in sehingga suami tidak diperbolehkan merujuknya kembali
kecuali setelah mantan istrinya menikah dengan laki-laki lain dan kemudian
melalui proses akad nikah yang baru.
c.
Sebab-sebab
Khulu’
Khulu’ hanya dibenarkan jika aa sebab-sebab yang menghendakinya.
Sebab-sebab khulu’ itu secara garis besar ada dua macam sebagai berikut:
1)
Apabila
istri sangat benci kepada suaminya karena alasan tertentu sehingga
dikhawatirkan akan membuat istri tidak menaati suami.
2)
Apabila
dikawatirkan suami istri tidak dapat menjalankan secara makruf.
d.
Rukun-rukun
Khulu’
1) suami yang baligh, berakal, dan atas kemauanya.
2) istri yang dalam kekuasaan suami yang belum di ceraikan dengan
talak yang boleh dirujuk.
3) ucapan yang menunjukkan khulu’
4) tebusan. Yaitu suatu yang boleh dijadikan mahar.[3]
3. ZHIHAR
a. pengertian
zhihar
zhihar menurut etimologi berasal dari kata zhahr yang berarti
punggung. Sedangkan secara terminologi syariah, konteks membandingkan atau
menyamakan istri dengan ibunya sering disebut dengan zhihar. Zhihar dapat
didefinisikan sebagai seorang suami yang mengungkapkan bahwa istrinya itu menyerupai
(secara hukum) dengan wanita yang haram dinikahinya secara seterusnya, seperti
ibu, saudara wanita dan seterusnya.[4]
Tindakan dalam menyamakan dalam zhihar adalah dengan maksud untuk
mengharamkan hubungan antara suami istri. Zhihar terjadi manakala seorang suami
ingin mengharamkan istrinya dengan mengucapkan kalimat”kamu seperti punggung
ibu saya”. Maksudnya adalah bahwa saya menyatakan bahwa istri saya itu haram
sebagaimana haramnya punggung ibu saya. Zhihar adalah salah satu bentuk
perceraian pada masa Arab jahiliyah. Sebagaiman halnya dengan ila’, maka zhihar
dilakukan oleh suami yang tidak menyukai istrinya lagi, oleh karena suami tidak
berani untuk mengatakan kata talak kepada istrinya.
b. Rukun-rukun Zhihar
1)
Yang
menzhiharkan adalah suami
2)
Yang
di zhiharkan adalah istri
3)
Orang
yang disamakan dengan isteri adalah ibunya
c. syarat-syarat zhihar
1)
Suami
yang mezhiharkan isteri mestilah suami yang boleh melakukan talak kepada istri.
2)
Zhihar
yang dilakukan mesti seorang suami dan istri sah dalam perkawinan. [5]
c. Kafarat Zhihar
kafarat zhihar
disyaiatkan dengan Al-qur’an dan sunnah. Dari al-qur’an firman Allah SWT QS
al-mujadilah :
وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ
نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ
أَنْ يَتَمَاسَّا ۚ ذَٰلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ
خَبِيرٌ
فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ
مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ۖ فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَإِطْعَامُ سِتِّينَ مِسْكِينًا ۚ ذَٰلِكَ لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ۚ
وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ ۗ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“orang-orang
yang menzhihar istri mereka kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang
mereka ucapkan, maka wajib atasnya memerdekakan seorang budak sebelum kedua
suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kamu, dan Allah maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan. (al-mujadalah:3)
“barang
siapa yang tidak mendapatkan budak maka berpuasa dua bulan berturut-turut
sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajib atasnya) memberi
makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah SWT
dan rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah dan begitu orang-orang yang kafir
ada siksaan yang sangat pedih (al-mujadalah:4)
Dari
keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa kafarat dhihar itu ada tiga tingkatan
:
1)
Memerdekakan
hamba sahaya yang beriman
2)
Kalau
budak tidak puasa, puasa dua bulan berturut-turut
3)
Kalau
tidak sanggup puasa dua bulan berturut-turut, wajib memberi makan 60 orang
miskin tiap-tiap orang mendapat1/4 dari ½ kg beras.[6]
4.ILA’
a. Pengertian
Ila merupakan seorang laki-laki yang
bersumpah untuk tidak menyentuh istrinya secara mutlak atau lebih dari empat
bulan. Hal ini dimaksudkan untuk menyakiti istri dan merendahkan keperempuanya.
Lebih dari itu ia juga berpisah tempat tidur, menaruh kebencian, dan tidak
memberi hak-hak sesuai yang disyariatkan.
Sungguh Islam mengharamkan berbagai
bahaya makar ini, serta membentuk hukum yang benar untuk menghapus segala
permasalahan dan membersihkan keburukan.
Perempuan yang tersakiti karena
perbuatan tersebut, terlebih dahulu menghadap hakim bahwa ia disakiti, lalu
hakim memerintahkan untuk menghapus sumpahnya dan kembali pada janji
sebelumnya.
Jika telah berjalan empat bulan
tidak kembali dan menolak cerainya maka hakim menceraikanya dengan sekali cerai
untuk menghilangkan bahaya darinya.
b. Dasar Hukum Ila’
yang
menjadi landasan permasalahan ini adalah firman Allah SWT dalam al-qur’an surah
al-baqarah ayat 226-227:
لِلَّذِينَ يُؤْلُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ تَرَبُّصُ
أَرْبَعَةِ أَشْهُرٍ فَإِنْ فَاءُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (226) وَإِنْ
عَزَمُوا الطَّلاقَ فَإِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (227
Artinya:kepada orang-orang yang meng-ila’ istrinya diberi tangguh
empat bulan (lamanya), kemudian jika mereka kembali kepada istrinya maka
sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang. Dan jika mereka ber’azam
(bertetap hati) untk talak maka sesungguhnya Allah mendengar lagi maha
mengetahui. (QS.Al-Baqarah ayat 226-227)
Ayat diatas Allah SWT bermaksud untuk menghapuskan hukum yang
berlaku pada kebiasaan orang-orang jahiliyah dimana seorang suami bersumpah
untuyk tidak mencampuri istrinya selama satu atau dua tahun bahkan lebih.
Kemudian Allah menjadikanya selama empat bulan saja. Waktu yang ditetapkan
Allah dijadikan bagi suami sebagai masa penangguhan bagi suami untuk
merenungkan diri dan memikirkan mungkin ia membatalkan sumpahnya dan kembali
kepada istrinya atau mentalaknya. [7]
c. Rukun Ila
menurut
jumhur fuqaha, ial’ memiliki empat rukun :
1.
Al-haalif
(orang yang bersumpah aau al-mauli)
Menurut
madhab Hanafi orang yang melakukan ila adalah setiap suami yang memiliki kemampuan
untuk menjatuhkan talak. Yaitu semua orang yang aqil baligh yang memiliki
pernikahan dan disandarkanya kepada kepemilikan pernikahan atau orag yang tidak
dapat mendekati istrinya kecuali dengan seseuatu yang berat yang harus dia
penuhi.
Menurut madhab Syafi’i, orang yang melakukan ila’ adalah suami yang
sah talaknya atau suamiyang aqil baligh yang mampu untuk melakukan
persetubuhan. Tidak ila’ yang dilakukan oleh anak kecil, orag gila, orang yang
dipaksa dan orang yang lumpuh.
Menurut madhab Hambali orang yang melakukan ila’ adalah setiap
suami yang dapat melakukan persetubuhan yang bersumpah dengan nama Allah SWT
atau salah satu sifatnya untuk tidak menyetubuhi istrinya yang dapat disetubuhi
dalam masa melebihi empat bulan.
2.
Al-Mahluuf
bihi (yang dijadikan sebagi sumpah)
Yang dijadikan sebagai sumpah adalah dengan menyebut nama Allah
atau juga dengan menyebut sifat-sifatmya menurut kesepakatan para fuqaha.
Menurut madzhab Hambali dan Maliki orang yang tidak melakukan persetubuhan
dengan tanpa sumpah dilazimkan hukum ila’ jika ia bertujuan untyk menciptakan
kemudharatan. Oleh sebab itu ditetapkan masaselam empat bulan.
3.
Al-mahluuf
alaih (obyek sumpah)
Obyek sumpah adalah persetubuhan dengan semua lafadz yang
mengandung pengertian persetubuhan. Misalnya aku tidak disetubuhi kamu dan aku
tidak junub darimu, aku tidak dekati kamu.
4.
Masa
Menurut pendapat jumhur fuqaha selain madzhab Hanafi yaitu si Suami
bersumpah untuk tidak menyetubuhi isterinya selama lebih dari empat bulan,
sedangkan menurut madzhab Hanafi masa yang paling minimal adalah lebih dari
empat bulan, oleh karena itu jika si Suami bersumpah selama tiga bulan atau
empat bulan maka menurut jumhur fuqaha dia tidak melakukan ila’.
d.Syarat-Syarat Ila
1. si Suami bersumpah dengan nama Allah SWT atau dengan salah satu
sifatnya, seperti yang maha kasih, dan tuhan sekalian alam bahwa dia tidak
menyetubuhi istrinya lebih dari empat bulan.
2. si Suami bersumpah untuk tidak melakukan persetubuhan selama
lebih dari empat bulan karena Allah SWT menjadikan orang yang mengucapkan sumpahmenunggu
selama empat bulan
3. si suami bersumpah untuk tidak melakukan persetubuhan di bagian
vagina
4. yang dijadikan sebagai obyek sumpah adalah istri karena orang
yang selain istri tidak memiliki hak untuk disetubuhi oleh si suami, maka si
suami tidak bisa melakukan ila’ kepada perempuan yang selain istri.[8]
5. LIAN
a. Pengertian
Lian merupakan sumpah suami yang menuduh istrinya berzina jika
suami tidak dapat mengajukan 4 orang saksi yang melihat istriya berzina. Dengan
mengatakan sumpah 4 kali di depan hakim dan pada ucapan pada kelima kalinya dia
mengatakan” laknat (kutukan) Allah akan ditimpakan atas diriku, apabila
tuduhanku itu dusta”
Apabila suami sudah menjatuhkan lian, berlakulah hukum rajam
terhadap istrinya yaitu dilempari dengan batu sampai mati.
Agar istri terlepas dari hukum rajam bila ia merasa tidak berzina,
ia harus menolak tuduhan suaminya dengan mengangkat sumpah 4 kali di depan
hakim dan pada kali kelimanya mengatakan, “laknat (kutukan) Allah akan menimpa
dirinku apabila tuduhan tersebut benar”.[9]
b. Hukum Lian
jika seorang menuduh istrinya berzina tanpa bukti maka ia telah
melkukan qadzaf dan berhak mendapatkan hukum had berupa 80 kali cambukan. Had
tersebut tidak berlaku jika dia membawa 4 orang saksi sebagai bukti.
c. Akibat Hukum Li’an
v Akibat hukum Li’an bagi suami dan Istri
Akibat li’an adalah terjadinya perceraian antara suami istri.
Jumhur ulama mengemukakan alasan bahwa pada dasarnya diantara keduanya telah
terjadi pemutusan hubungan, saling membenci, saling mengumbar hawa nafsu, dan
merusak batasan-batasan Allah, yang semuanya mengharuskankeduanya untuk tidak
berkumpul kembali selamanya. Demikian itu, karena pada dasarnya hubungan suami
istri itu dibina atas dasar kasih sayang, sementara mereka tidak memiliki lagi
rasa kasih sayang ini sama sekali, maka hukuman layak bagi keduanya adalah
berpisah dan bercerai.
v Akibat Li’an dari segi hukum
Sebagai akibat dari sumpah li’an yang berdampak pada suami istri
yaitu li’an menimbulkan pula perubahan pada ketentuan hukum yang mestinya dapat
berlaku bagi salah satu pihak (suami istri). Perubahan tersebut antara lain:
a.
Gugur
had atas istri sebagai had zina
b.
Wajib
had atas istri sebagai zina
c.
Suami
istri bercerai untuk selamanya
d.
Bila
ada anak, tidak dapat diakui oleh suami oleh suami sebagai anaknya.[10]
6.’IDDAH
a. Pengertian
Secara bahasa kata ‘iddah berasal dari kata ‘addad (bilangan) dan
iksha (perhitungan), seorang wanita yang menghitung dan menjumlah hari dan masa
haid atau masa suci. Sedangkan secara istilah, ‘iddah merupakan sebutan atau
nama bagi suatu masa bagi seorang wanita menanti atau menangguhkan perkawinan
setelah ia ditinggal mati oleh suaminya atau setelah diceraikan, baik menunggu
kelahiran bayinya atau berakhirnya beberapa quru’ atau berakhirnya beberapa
bulan yang sudah ditentukan. Pada masa itu seorang wanita tidak diperbolehkan
menikah atau menawarkan diri kepada laki-laki lain untuk menikahinya.
‘iddah wajib bagi seorang istri yang dicerai oleh suaminya, baik
cerai karena kematian maupun cerai karena faktor lain. Tujuan ‘iddah, antara
lain untuk melihat perkembangan, apakah istri yang bercerai itu hamil atau
tidak. Kalau ternyata hamil, maka anak yang dikandungnya adalah anak suami yang
baru saja bercerai dengannya. Dengan demikian, status nasab dan hak waris bagi
anak telah jelas.
b. Hikmah adanya ‘iddah
1. al-‘ilmu bi bara’ati ar-rakhim
Untuk mengetahui adanya
kehamilan atau tidak pada istri yang diceraikan.untuk selanjutnya memelihara
jika terdapat bayi didalam kandunganya agar menjadi jelas siap ayah dari bayi
tersebut.
2.Ta’zhim khathar az zawaj
Menegaskan betapa
agungnya nilai sebuah perkawinan sehingga selepas dari suaminya, seorang wanita
tidak bisa begitu saja menikah lagi, kecuali setelah melewati masa waktu
tertentu.
3.
Tathwil
zaman ar raj’ah
Memberikan kesempatan kepada suami istri untuk kembali kepada
kehidupan rumah tangga apabila keduanya masih melihat adanya kebaikan didalam
hal itu.
4.
Qadha’
haq az-zauji
Agar istri yang diceraikan dapat ikut merasakan kesedihan ynag
dialami keluarga suaminya dan juga anak-anak mereka serta menepati permintaan
suami. Hal ini jika idah tersebut dikarenakan oleh kematian suami.
c. Macam-macam ‘iddah
1. ‘iddah orang yang mempunyai masa-masa suci dan haid
Bagi perempuan yang
merdeka (bukan budak), masa ‘iddahnya adalah tiga kali suci dan haid.
2. ’iddah anak kecil dan orang tua yang sudah tidak datang bulan
lagi
Seandainya perempuan itu merdeka, masa ‘iddahnya adalah tiga bulan.
3.
‘iddah
perempuan yang ditinggal mati suami
‘iddah bagi
perempuan yang ditinggal mati suami adalah empat bulan sepuluh hari,
4.
‘iddah
perempuan hamil
Bagi perempuan yang sedang hamil,
bagi perempuan meredeka ataupun dari
kalangan hamba sahaya (budak) maka masa iddahnya adalah sampai ia
melahirkan bayi yang ia kandung didalam rahimnya.
d.Larangan Bagi Wanita ‘iddah
1. menerima khitbah
2. menikah
3. keluar rumah
Wanita itu tidak diperkenankan keluar meninggalkan rumah tempat dia
menjalani masa ‘iddah, kecuali ada uzur-uzur yang secara syar’i memang telah
diperbolehkan atau ada hajat yang tidak mungkin ditinggalkan, misalnya membeli
kebutuhan pokok.
5.
Berhias,
kategori berhias sebagai berikut:
a)
Menggunakan
alat perhiasan seperti emas, perak, atau sutra
b)
Menggunakan
parfum atau wewangian
c)
Menggunakan
celak mata, kecuali ada sebagaian ulam yang memperbolehkanya memakai untuk
malam hari karena darurat.
d)
Memakai
pewarna kuku seperti pacar kuku (hinna’) dan bentuk-bentuk pewarna lainya.
8.RUJUK
a.
Pengertian
rujuk
Rujuk
atau ar-raj’ah dalam bahasa arab merupakan isim masdar dari kata masdar dalam
fiil madhi dan mudhori (رجع-يرجع) yang bermakna kembali. Menurut syariat
adalah mengembalikan status hukum perkawinan secara penuh setelah terjadi talak
raj’i yang dilakukan oleh mantan suami terhadap mantan istrinya dalam masa
‘iddahnya dengan ucapan tertentu.
b.
Hukum
Rujuk
Hukum asli dari rujuk adalah mubah atau boleh dan merupakan hak
bagi seorang suami. Akan tetapi hukum rujuk bisa berubah sebagai berikut:
1.
Wajib,
bagi laki-laki yang mempunyai istri lebih dari satu jika suami menalak salah
seorang istrinya, sedangkan sebelum menalak ia belum menyempurnakan pembagian
waktunya.
2.
Sunah
jika rujuk akan membuat lebih baik dan mafaat bagi suami istri. Misalnya
rujuknya suami kepada istrinya dengan niat karena Allah, untuk memperbaiki
sikap dan perilaku serta bertekad untuk menjadikan rumah tangganya sebagai
rumah tangga bahagia.
3.
Makruh
(dibenci) apabila meneruskan perceraian lebih bermnafaat daripada rujuk.
4.
Haram,
misalnya jika maksud rujuknya suami adalah untuk menyakiti istri untuk
mendurhakai Allah SWT.
c.
Rukun
Rujuk
1.
Istri
sudah bercampur dengan suami yang menalaknya dan masih berada pada masa ‘iddah
raj’iyah
2.
Keinginan
rujuk suami atas kehendak sendiri bukan karena dipaksa
3.
Ada
dua orang saksi yaitu dua orang laki-laki yang adil
4.
Ada
sigat atau ucapan rujuk, misalnya suami berkata kepada istri yang diceraikan
selama masih berada dalam masa ‘iddah raj’iyah, “saya pegang engkau”, “saya
kawinkan engaku”, “Saya rujuk kepadamu”
d.
Hikmah
Rujuk
1.
Rujuk
dapat menghindarkan perbuatan dosa, rujuk memungkinkan suami menunaikan
kewajiban yang ditinggalkan karena perceraian.
2.
Rujuk
akan menghindari pecahnya hubungan kerabat.
3.
Rujuk
akan menhindarkna terbengkalainya pendidikan anak.
4.
Rujuk
akan menghindarkan gangguan jiwa.
5.
Rujuk
akan mewujudkan islah, Islah yaitu perdamaian setelah tejadi peselisihan. [11]
BAB III
KESIMPULAN
Talak dari segi syara’ merupakan
melepaskan ikatan perkawinan dengan menggunakan lafadz talak atau seumpamanya.
Khulu’ menurut bahasa berarti
melepas. Khulu’ adalah tebusan yang dibayar oleh sang istri kepada suami yang
membencinya agar ia (sang suami) dapat menceraikanya. Khulu’ sering disebut
dengan talak tebus.
zhihar menurut etimologi berasal
dari kata zhahr yang berarti punggung. Sedangkan secara terminologi syariah,
konteks membandingkan atau menyamakan istri dengan ibunya sering disebut dengan
zhihar. Zhihar dapat didefinisikan sebagai seorang suami yang mengungkapkan
bahwa istrinya itu menyerupai (secara hukum) dengan wanita yang haram
dinikahinya secara seterusnya, seperti ibu, saudara wanita dan seterusnya.
Ila merupakan seorang laki-laki yang
bersumpah untuk tidak menyentuh istrinya secara mutlak atau lebih dari empat
bulan
Lian merupakan sumpah
suami yang menuduh istrinya berzina jika suami tidak dapat mengajukan 4 orang
saksi yang melihat istriya berzina. Dengan mengatakan sumpah 4 kali di depan
hakim dan pada ucapan pada kelima kalinya dia mengatakan” laknat (kutukan)
Allah akan ditimpakan atas diriku, apabila tuduhanku itu dusta”
‘iddah merupakan sebutan atau nama
bagi suatu masa bagi seorang wanita menanti atau menangguhkan perkawinan
setelah ia ditinggal mati oleh suaminya atau setelah diceraikan, baik menunggu
kelahiran bayinya atau berakhirnya beberapa quru’ atau berakhirnya beberapa
bulan yang sudah ditentukan
Rujuk atau ar-raj’ah dalam bahasa
arab merupakan isim masdar dari kata masdar dalam fiil madhi dan mudhori (رجع-يرجع) yang bermakna kembali
DAFTAR PUSTAKA
As-Subkhi,
Ali Yusuf. 2010. Fiqih Keluarga. Jakarta: Amzah.
Amin,
Munir dkk. 2005. Kamus Ilmu Ushul Fiqih. Sumatera: PT. Amzah.
Az-Zhuhali,
Wahhab. 2011. Fiqih Islam Wa Adilatuhu. Jakarta: Gema Insani.
Azhim,
Abdul. 2006. Al-Wazij. Jakarta: Pustaka As-Sunnah.
Muhammad,
Abdul Mujib Mabruri Tholhah Syafiah. Kamus Istilah Fiqih.
1995. Jakarta: PT. Pustaka Firdaus
Qosim,
M. Rizal. 2006. Pengamalan Fiqih 2 untuk Madrasah Aliyah Kelas XI.
Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri.
http://ilmualfalah.blogspot.com/2015/11/makalah-khulu-dan-lian.html?m=1 diakses pada Kamis, 27 September 2018 pukul 19:49
[1] Ali Yusuf
As-Subkhi, Fiqih Keluarga, (Jakarta: AMZAH, 2010), hlm 330
[2]Ibid, hlm 330-337.
[3] M. Rizal
Qosim, pengamalan Fiqih 2 untuk Madrasah Aliyah Kelas XI, (Solo: PT.
Tiga Serangkai Pustaka mandiri, 2006), hlm 17
[4] Abdul Azhim bin badawi al-khalafi, Al-Wazij, (Jakarta: Pustaka as-sunnah, 2006), hlm 622
[5] Munir Amin
& Samsul, kamus ilmu ushul fiqih, ( Sumatra: PT. AMZAH, 2005), Hlm
364
[6] Abdul Mujieb
Mabruri Tholhah Syafi’ah Muhammad, Kamus Istilah Fikih, (Jakarta: PT.
Pustaka Firdaus, 1995), hlm 442
[7] Ali Yusuf As-Subkhi, Fiqih Keluarga, (Jakarta: AMZAH, 2010), hlm 359
[8] Wahbah
Az-Zuhaili, Fiqih Islam wa Adilatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2011), hlm
467-471
[9]
M. Rizal Qosim,
pengamalan Fiqih 2 untuk Madrasah Aliyah Kelas XI, (Solo: PT. Tiga Serangkai
Pustaka mandiri, 2006), hlm 18
[10] http://ilmualfalah.blogspot.com/2015/11/makalah-khulu-dan-lian.html?m=1 diakses pada
Kamis, 27 September 2018 pukul 19:49
[11] M. Rizal Qosim, pengamalan Fiqih 2 untuk Madrasah Aliyah Kelas XI, (Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka mandiri, 2006), hlm 21-22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar